Orang Pahuluan pada asasnya ialah penduduk daerah lembah-lembah sungai (cabang sungai Negara) yang berhulu ke pegunungan Meratus, orang Batang Banyu mendiami lembah sungai Negara, sedangkan orang Banjar (Kuala) mendiami sekitar Banjarmasin (dan Martapura).
Bahasa yang mereka kembangkan dinamakan bahasa Banjar, yang pada asasnya adalah bahasa Melayu-sama halnya ketika berada di daerah asalnya di Sumatera atau sekitarnya-, yang di dalamnya terdapat banyak kosa kata asal Dayak dan asal Jawa.
Nama Banjar diperoleh karena mereka dahulu-sebelum dihapuskan pada tahun 1860-, adalah warga Kesultanan Banjarmasin atau disingkat Banjar, sesuai dengan nama ibukotanya pada mula berdirinya. Ketika ibukota dipindahkan ke arah pedalaman, terakhir di Martapura, nama tersebut nampaknya sudah baku atau tidak berubah lagi.
Banjar Pahuluan
Sangat mungkin sekali pemeluk Islam sudah ada sebelumnya
di sekitar keraton yang dibangun di Banjarmasin, tetapi pengislaman secara massal diduga terjadi setelah raja, Pangeran Samudera yang kemudian dilantik menjadi Sultan Suriansyah, memeluk Islam diikuti warga kerabatnya, yaitu bubuhan raja-raja. Perilaku raja ini diikuti elit ibukota, masing-masing tentu menjumpai penduduk yang lebih asli, yaitu suku Dayak Bukit, yang dahulu diperkirakan mendiami lembah-lembah sungai yang sama. Dengan memperhatikan bahasa yang dikembangkannya, suku Dayak Bukit adalah satu asal usul dengan cikal bakal suku Banjar, yaitu sama-sama berasal dari Sumatera atau sekitarnya, tetapi mereka lebih dahulu menetap. Kedua kelompok masyarakat Melayu ini memang hidup bertetangga tetapi, setidak-tidaknya pada masa permulaan, pada asasnya tidak berbaur.
Jadi meskipun kelompok suku Banjar (Pahuluan) membangun pemukiman di suatu tempat, yang mungkin tidak terlalu jauh letaknya dari balai suku Dayak Bukit, namun masing-masing merupakan kelompok yang berdiri sendiri. Untuk kepentingan keamanan, dan atau karena memang ada ikatan kekerabatan, cikal bakal suku Banjar membentuk komplek pemukiman tersendiri.
Komplek pemukiman cikal bakal suku Banjar (Pahuluan) yang pertama ini merupakan komplek pemukiman bubuhan, yang pada mulanya terdiri dari seorang tokoh yang berwibawa sebagai kepalanya, dan warga kerabatnya, dan mungkin ditambah dengan keluarga-keluarga lain yang bergabung dengannya.
Model yang sama atau hampir sama juga terdapat pada masyarakat balai di kalangan masyarakat Dayak Bukit, yang pada asasnya masih berlaku sampai sekarang. Daerah lembah sungai-sungai yang berhulu di Pegunungan Meratus ini nampaknya wilayah pemukiman pertama masyarakat Banjar, dan di daerah inilah konsentrasi penduduk yang banyak sejak jaman kuno, dan daerah inilah yang dinamakan Pahuluan. Apa yang dikemukakan di atas menggambarkan terbentuknya masyarakat (Banjar) Pahuluan, yang tentu saja dengan kemungkinan adanya unsur Dayak Bukit ikut membentuknya
Banjar Batang Banyu
Masyarakat (Banjar) Batang Banyu terbetuk diduga erat sekali berkaitan dengan terbentuknya pusat kekuasaan yang meliputi seluruh wilayah Banjar, yang barangkali terbentuk mula pertama di hulu sungai Negara atau cabangnya yaitu sungai Tabalong. Selaku warga yang berdiam di ibukota tentu merupakan kebanggaan tersendiri, sehingga menjadi kelompok penduduk yang terpisah.
Daerah tepi sungai Tabalong adalah merupakan tempat tinggal tradisional dari suku Dayak Maanyan (dan Lawangan), sehingga diduga banyak yang ikut serta membentuk subsuku Batang Banyu, di samping tentu saja orang-orang asal Pahuluan yang pindah ke sana dan para pendatang yang datang dari luar.
Bila di Pahuluan umumnya orang hidup dari bertani (subsistens), maka banyak di antara penduduk Batang Banyu yang bermata pencarian sebagai pedagang dan pengrajin.
Banjar Kuala
Ketika pusat kerajaan dipindahkan ke Banjarmasin (terbentuknya Kesultanan Banjarmasin), sebagian warga Batang Banyu (dibawa) pindah ke pusat kekuasaan yang baru ini dan, bersama-sama dengan penduduk sekitar keraton yang sudah ada sebelumnya, membentuk subsuku Banjar.
Di kawasan ini mereka berjumpa dengan suku Dayak Ngaju , yang seperti halnya dengan dengan masyarakat Dayak Bukit dan masyarakat Dayak Maanyan atau Lawangan , banyak di antara mereka yang akhirnya melebur ke dalam masyarakat Banjar, setelah mereka memeluk agama Islam.
Mereka yang bertempat tinggal di sekitar ibukota kesultanan inilah sebenarnya yang dinamakan atau menamakan dirinya orang Banjar, sedangkan masyarakat Pahuluan dan masyarakat Batang Banyu biasa menyebut dirinya sebagai orang (asal dari) kota-kota kuno yang terkemuka dahulu. Tetapi bila berada di luar Tanah Banjar, mereka itu tanpa kecuali mengaku sebagai orang Banjar.
(Alfani Daud, Islam dan Asal Usul Masyarakat Banjar)
Inti Suku Banjar
Menurut Alfani Daud (Islam dan Masyarakat Banjar, 1997), inti suku Banjar adalah para pendatang Melayu dari Sumatera dan sekitarnya, sedangkan menurut Idwar Saleh justru penduduk asli suku Dayak (yang kemudian bercampur membentuk kesatuan politik sebagaimana Bangsa Indonesia dilengkapi dengan bahasa Indonesia-nya).
Menurut Idwar Saleh (Sekilas Mengenai Daerah Banjar dan Kebudayaan Sungainya Sampai Akhir Abad ke-19, 1986): " Demikian kita dapatkan keraton keempat adalah lanjutan dari kerajaan Daha dalam bentuk kerajaan Banjar Islam dan berpadunya suku Ngaju, Maanyan dan Bukit sebagai inti. Inilah penduduk Banjarmasih ketika tahun 1526 didirikan. Dalam amalgamasi (campuran) baru ini telah bercampur unsur Melayu, Jawa, Ngaju, Maanyan, Bukit dan suku kecil lainnya diikat oleh agama Islam, berbahasa Banjar dan adat istiadat Banjar oleh difusi kebudayaan yang ada dalam keraton....Di sini kita dapatkan bukan suku Banjar, karena kesatuan etnik itu tidak ada, yang ada adalah group atau kelompok besar yaitu kelompok Banjar Kuala, kelompok Banjar Batang Banyu dan Banjar Pahuluan. Yang pertama tinggal di daerah Banjar Kuala sampai dengan daerah Martapura. Yang kedua tinggal di sepanjang sungai Tabalong dari muaranya di sungai Barito sampai dengan Kelua. Yang ketiga tinggal di kaki pegunungan Meratus dari Tanjung sampai Pelaihari. Kelompok Banjar Kuala berasal dari kesatuan-etnik Ngaju, kelompok Banjar Batang Banyu berasal dari kesatuan-etnik Maanyan, kelompok Banjar Pahuluan berasal dari kesatuan-etnik Bukit. Ketiga ini adalah intinya. Mereka menganggap lebih beradab dan menjadi kriteria dengan yang bukan Banjar, yaitu golongan Kaharingan, dengan ejekan orang Dusun, orang Biaju, Bukit dan sebagainya".
Selanjutnya menurut Idwar Saleh (makalah Perang Banjar 1859-1865, 1991): "Ketika Pangeran Samudera mendirikan kerajaan Banjar ia dibantu oleh orang Ngaju, dibantu patih-patihnya seperti patih Balandean, Patih Belitung, Patih Kuwin dan sebagainya serta orang Bakumpai yang dikalahkan. Demikian pula penduduk Daha yang dikalahkan sebagian besar orang Bukit dan Manyan. Kelompok ini diberi agama baru yaitu agama Islam, kemudian mengangkat sumpah setia kepada raja, dan sebagai tanda setia memakai bahasa ibu baru dan meninggalkan bahasa ibu lama. Jadi orang Banjar itu bukan kesatuan etnis tetapi kesatuan politik, seperti bangsa Indonesia.
- Penyebaran Suku Bangsa Banjar
- Ulama Banjar
- Populasi Suku Bangsa Banjar
- Bubuhan
- Persaudaraan Suku Banjar dengan Suku Dayak
- Seni Tradisional Banjar
- Kerajaan Banjar
- Organisasi suku Banjar
Keadaan geomorfologis Nusantara tempo dulu sangat berbeda, dimana telah terjadi pendangkalan lautan menjadi daratan. Hal tersebut mempengaruhi penyebaran suku-suku bangsa di Kalimantan. Pada jaman purba pulau Kalimantan bagian selatan dan tengah merupakan sebuah teluk raksasa. Kalimantan Selatan merupakan sebuah tanjung, sehingga disebut pulau Hujung Tanah dalam Hikayat Banjar dan disebut Tanjung Negara dalam kitab Negarakertagama. Seperti dalam gambaran Kitab Negarakertagama, sungai Barito dan sungai Tabalong pada jaman itu masih merupakan dua sungai yang terpisah yang bermuara ke teluk tersebut. Ketika orang Melayu generasi pertama yang menjadi nenek moyang suku bangsa Banjar bermigrasi ke daerah ini mereka mendarat di sebelah timur teluk tersebut, diduga di sekitar kota Tanjung, di Tabalong yang di masa tersebut terletak di tepi pantai, mereka bertetangga dengan suku Dayak Maanyan.
Suku Dayak Maanyan bermigrasi datang dari arah timur Kalimantan Tengah dekat pegunungan Meratus dan karena tempat tinggalnya dekat laut, suku Maanyan telah melakukan pelayaran hingga ke Madagaskar. Setelah berabad-abad sekarang wilayah suku Maanyan di Barito Timur sangat jauh dari laut karena adanya pendangkalan.
Sementara suku Dayak Ngaju yang bermigrasi dari datang arah barat Kalimantan Tengah, merupakan keturunan dari suku Dayak Ot Danum yang tinggal dari sebelah hulu sungai-sungai besar di wilayah tersebut. Sedangkan suku Dayak Bakumpai di wilayah Barito merupakan keturunan cabang dari suku Dayak Ngaju yang akhirnya memeluk agama Islam dan merupakan komunitas suku bangsa tersendiri.
Suku Banjar yang bertempat tinggal di daerah atas di kaki pegunungan Meratus dari kota Tanjung sampai Pelaihari merupakan kelompok Pahuluan. Kelompok Pahuluan bermigrasi ke arah hilir menuju dataran rendah berawa-rawa di tepi sungai Negara (Batang Banyu) yang telah mengalami pendangkalan. Di wilayah tersebut terbentuk kerajaan-kerajaan yang dipengaruhi agama Hindu dan Majapahit dibuktikan dengan adanya peninggalan bekas-bekas candi di Amuntai dan Margasari.
Dari wilayah Batang Banyu yaitu daerah tepian sungai Negara dari Kelua hingga muaranya di sungai Barito, suku Banjar bergerak ke hilir membentuk pusat kerajaan baru dekat muara sungai Barito yaitu kesultanan Banjarmasin, sehingga terbentuklah kelompok Banjar Kuala yang merupakan amalgamasi dari unsur-unsur Melayu, Jawa, Bukit, Maanyan, Ngaju dan suku-suku kecil lainnya. Dari wilayah Kalimantan Selatan, suku Banjar bermigrasi ke wilayah lainnya di Kalimantan.
Migrasi suku Banjar (Batang Banyu) ke Kalimantan Timur terjadi tahun 1565 yaitu orang-orang Amuntai yang dipimpin Aria Manau dari Kerajaan Kuripan (Hindu) yang merupakan cikal bakal berdirinya Kerajaan Sadurangas ( Pasir Balengkong) di daerah Pasir, selanjutnya suku Banjar juga tersebar di daerah lainnya di Kalimantan Timur.
Sedangkan migrasi suku Banjar (Banjar Kuala) ke Kalimantan Tengah terutama terjadi pada masa pemerintahan Sultan Banjar IV yaitu Raja Maruhum atau Sultan Mustainbillah (1650-1672), yang telah mengijinkan berdirinya Kerajaan Kotawaringin dengan rajanya yang pertama Pangeran Adipati Antakusuma.
Sedangkan migrasi suku Banjar ke wilayah Barito, Kalimantan Tengah terutama pada masa perjuangan Pangeran Antasari melawan Belanda sekitar tahun 1860-an. Suku-suku Dayak di wilayah Barito mengangkat Pangeran Antasari (Gusti Inu Kartapati) sebagai raja dengan gelar Panembahan Amiruddin berkedudukan di Puruk Cahu (Murung Raya), setelah mangkat beliau dilanjutkan oleh putranya yang bergelar Sultan Muhammad Seman.
Suku Banjar terbagi 3 kelompok berdasarkan teritorialnya dan unsur pembentuk suku :
- Banjar Pahuluan adalah campuran Melayu dan Bukit (Bukit sebagai ciri kelompok)
- Banjar Batangbanyu adalah campuran Melayu, Maanyan, Lawangan, Bukit dan Jawa (Maanyan sebagai ciri kelompok)
- Banjar Kuala adalah campuran Melayu, Ngaju, Barangas, Bakumpai, Maanyan, Lawangan, Bukit dan Jawa (Ngaju sebagai ciri kelompok)
Migrasi suku Banjar ke Sumatera khususnya ke Tembilahan, Indragiri Hilir sekitar tahun 1885 di masa pemerintahan Sultan Isa, raja Indragiri sebelum raja yang terakhir. Tokoh etnis Banjar yang terkenal dari daerah ini adalah Syekh Abdurrahman Siddiq Al Banjari (Tuan Guru Sapat) yang berasal dari Martapura yang menjabat sebagai Mufti Kerajaan Indragiri.
Dalam masa-masa tersebut, suku Banjar juga bermigrasi ke Malaysia antara lain ke negeri Kedah, Perak( Kerian, Sungai Manik, Bagan Datoh), Selangor(Sabak Bernam, Tanjung Karang), Johor(Batu Pahat) dan juga negeri Sabah(Sandakan, Tenom, Keningau, Tawau) yang disebut Banjar Melau. Tokoh etnis Banjar yang terkenal dari Malaysia adalah Syekh Husein Kedah Al Banjari, mufti Kerajaan Kedah. Salah satu etnis tokoh Banjar dari Malaysia yang terkenal saat ini adalah Dato Seri (DR) Harussani bin Haji Zakaria yang menjadi Mufti Kerajaan Negeri Perak. Daerah (setingkat kabupaten) yang paling banyak terdapat etnis Banjar di Malaysia adalah Daerah Kerian di Negeri Perak Darul Ridzuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar